RSS

Sabtu, 09 Mei 2009

Keajegan kesadaran

Sejatinya ada begitu banyak kesempatan yang kita miliki untuk berbuat. peluang untuk menang. celah untuk berkontribusi. jenak untuk memainkan imajinasi. tapi disetiap kesempatan. peluang. celah dan semua kelapangan itulah, justru kita tak bergeming. mata hanyalah melihat bendanya. geraknya. rasa hanyalah mencoba mencerna. sebatas simpati, tak pernah lebih dari itu. karena ternyata sulit untuk menjadi empati.

pada fragmentasi kehidupan yang sama. entah itu individual atau komunal. realitas menuntut untuk berbuat. berkarya. dan menjadi tentunya. pelajaran tentang kebaikan sejatinya kita sudah paham. tapi entah kenapa selalu ada anomali dalam realitas. keharusan menjadi teladan bagi para elit politik di hadapan rakyatnya itu pun sudah menjadi kemafhuman yang umum. menjadi penegak hukum yang konsisten dan punya integritas, kita tau itu tugasnya mereka para hakim, jaksa, pengacara, kepolisian dan semua stakeholder yang terkait dengan domain tersebut. menjadi pendidik yang bisa menjadi teladan insiratif bagi anak didiknya, sehingga semakin banyak anak indonesia yang bisa meraih medali kebanggaan, kita tau itu tugasnya para guru yang mulia itu. mendidik umat dan menjadi guru kehidupan mereka, kita tau pula bahwa itu tugasnya para ulama. atau kebanggaan mereka para engineer. memang pilihan mereka hidup untuk membangun kemajuan fisik komunal masyarakatnya.dan kita pun tau bahwa tugas pemimpin bangsa kita adalah bagaimana mereka bisa mensejahterakan rakyatnya.

hakim, jaksa, pengacara, guru, ulama, politikus, engineer, dan pemimpin kita itu hanyalah sebentuk pilihan formalitas kehidupan. sejatinya mereka adalah sama. sama membawa semangat eksistensi kebermanfaatan. bagi dirinya. dan juga bagi komunal. tapi kenapa disaat yang sama selalu terjadi anomali realitas?

anomali realitas
akan sangat indah tentunya jika semua hal di alam ini bisa berjalan sesuai keharusannya masing2. sehingga tidak perlu ada banyak anomali realitas. tapi ternyata, realitas lebih suka beranomali. kenyataan bahwa ketika semua orang tau apa yang baik yang harus dilakukan. tapi ternyata realitas terkadang lebih suka beranomali. sekali lagi beranomali. mungkin hal ini sejalan dengan kaidah untuk menjawab pertanyaan,"bagaimana caranya menjadi orang baik?" secara normatif semua orang tau gmana caranya jadi orang baik. tapi realitas ternyata butuh kesadaran yang ajeg dari kita untuk bisa melakukan kebaikan-kebaikan tersebut.

persenyawaan antara ilmu tentang kebaikan dengan keajegan/konsistensi kesadaran lah yang kita butuhkan untuk senantiasa bisa berbuat kebaikan. sehingga tidak perlu lagi ada cerita tentang pembunuhan karakter dalam berpolitik. penjarahan uang rakyat oleh mereka yang disebut para pemimpin. tidak perlu lagi ada hakim, jaksa, atau pengacara yang memainkan kebenaran hukum. atau mereka para engineer yang merekayasa rencana anggaran biaya proyek-proyek pembangunan. juga para guru yang membunuh masa depan anak didiknya. tidak perlu lagi semua itu. cukup sudah!

modal fundamen
secara individu ataupun komunal. keajegan kesadaran akan senantiasa menjadi kebutuhan fundamen bagi kebaikan-kebaikan yang akan lahir. jenak-jenak waktu akan terus berputar dengan gerakan sentriputalnya. setiap detaknya haruslah menjadi karya. kontribusi. serta konsistensi kebaikan-kebaikan kita. semua domain kehidupan kita membutuhkan keajegan kesadaran. dakwah, profesi, prestasi semua membutuhkan hal tersebut.

andaipun waktu yang berdetak dengan degupan yang cepat itu berputar dengan indahnya sentriputalnya. tetap saja masih ada waktu bagi kita untuk meminimalisir anomali realitas. masih ada waktu bagi kita untuk membuktikan cita menjadi realita. bergeraklah semua semangat individu ke alam realitas. sehingga di ujung realitas itu kita akan melihat kokohnya pembangunan fisik bangsa kita sebagai buah karya mereka para engineer hebat nan cerdas itu. bersihnya birokrasi kita dari para penjarah masa depan rakyat. tertatanya moral generasi bangsa ini sebagai buah tangan para guru dan ulama yang mukhlis. dan tentunya sejahteranya rakyat kita karena pemimpinnya yang adil.

memejam mata. mengecap indahnya masa depan. semoga

0 komentar:

Posting Komentar