RSS

Minggu, 21 Februari 2010

From Malang with Love: Spirit Kepahlawanan Sunyi Anak Muda Jebolan SD

“Atau jiwa kami melayang
Untuk kemerdekaan, kemenangan, dan harapan
Atau tidak untuk apa-apa
Kami tidak tahu
Kami tidak lagi bisa berkata
Kaulah sekarang yang berkata

Ada pesan mendalam yang ingin disampaikan Chairil dalam penggalan puisinya diatas. Setidaknya itulah yang bisa saya tangkap. Pesan tentang peran sejarah yang sedang dan akan kita-meminjam istilah alm Rendra-tata bukukan . Chairil dulu, sedang menceritakan secara personifikasi bagaimana tulang belulang pahlawan seolah bicara. Tulang belulang itu seolah sedang berdialog dengan kita, jika mereka dulu berani memilih jalan sejarah para pahlawan sunyi. Yang sekarang tinggal tulang belulang. Lalu apakah kita juga berani mengambil jalan sunyi itu? Beranikah jiwa kita melayang demi kemerdekaan hakiki, demi kemenangan, dan harapan? Kira-kira itulah dialog jiwa yang sering muncul dalam benak dan hati saya, setiap mengeja kembali sepenggal puisi Chairil di atas.

Eko cahyono, pemuda desa lulusan SD telah menjawab apa yang bagi saya selama ini masih menjadi teka-teki . Pemuda ini sudah membuktikan keistiqomahannya berjuang dijalan sunyi. Pertemuan saya dengannya berawal dari sebuah artikel yang dipasang di mading sebuah toko buku di seputaran alun-alun kota Malang. Berbekal alamat dan kontak personnya, saya pun tidak menunda-nunda lagi kesempatan untuk silaturrahim ke rumah sejarahnya [baca:perpustakaan]. Kenapa saya katakan rumah sejarah? Yap, karena diperpustakaan itulah, eko mengukir sejarahnya yang sunyi selama 11 tahun.

Perpustakaan Anak Bangsa [PAB]. Itulah nama yang disematkan bagi rumah sejarahnya. Nama itu sejalan dengan apa dan bagaimana eko membangun dan mengembangkan perpustakaannya itu. Perjuangan sunyinya dimulai sejak tahun 1998 sampai sekarang. Bermula dari koleksi majalahnya yang berjumlah sekitar 300 buah. Dan sekarang jumlah koleksi bukunya itu sudah 50x lipat dibanding ketika awal dia membangun PAB. Semua koleksi bukunya berasal dari sumbangan donatur dari berbagai kota di Indonesia. Bahkan ada juga sumbangan dari buruh migrant di Hongkong.

Setiap kali saya bertemu sosok Eko Cahyono, saya selalu termenung dan berdialog dalam hati. Terkadang saya tidak habis pikir, bagaimana mungkin dia sudah memasuki sekitar 1200-an rumah donatur buku diberbagai kota. Bagaimana mungkin, Eko yang hanya lulusan SD ini berani menjual sepeda motor satu-satunya hanya demi berlanjutnya nafas hidup perpustakaannya itu. Bahkan yang lebih gila, adalah dia pernah menawarkan ginjalnya, sekali lagi demi keberlangsungan hidup perpustakaannya. Perpustakaan yang menjadi tumpuan bacaan delapan ribuan anggota. Perpustakaan yang menjadi referensi sekitar 20 desa di kecamatan Jabung, Malang Utara.

“Saya hanya ingin masyarakat desa ini gemar membaca, kata siapa mereka males baca? Yang ada adalah mereka itu butuh untuk difasilitasi.” Kalimat ini dia sampaikan ketika menyampaikan apa yang menjadi motivasinya mendirikan perpustakaan anak bangsa.“Memberi itu candu mas Erwin,” itu salah satu kalimat yang selalu terngiang ditelinga saya. Lain kali dia bilang,”Bagi saya tidak ada buku yang hilang, kecuali buku itu sudah terbakar atau hanyut kelaut.” Jawaban itu mengalir lancar dari bibirnya, ketika saya tanya apa mas eko gak pernah merasa rugi dengan mekanisme peminjaman buku di perpustakaannya yang menurut saya terbilang sangat aneh dan unik. Betapa tidak, kita bisa pinjam buku tanpa batasan jumlah dan waktu peminjaman. Jadi kita bisa pinjam berapapun selama apapun. Mau satu tahun, dua tahun, atau tak berbilang tahun. Dan semuanya gratis! Anehkan? Atau lebih tepatnya unik. Tapi itulah Eko Cahyono dengan Perpustakaan Anak Bangsanya.

Berjuang di jalan kepahlawanan yang sunyi ternyata bukan berarti terlepas dari godaan. Pemilu 2009 kemaren, datang tawaran dari satu partai X menawarkan uang 100juta. Syaratnya plang PAB diganti dengan perpustakaan partai X dan anggotanya diarahkan untuk memilih partai tersebut. Tapi Eko tak bergeming. Setelah itu datang lagi tawaran yang lebih dahsyat, seorang misionaris datang menawarkan uang sekian ratus juta, plus rumah, plus mobil. Kompensasinya lagi-lagi plang perpustakaannya harus diganti dan salah satu raknya dikasih buku-buku satu agama X. Pada titik ini, Alhamdulillah Allah masih menguatkan iman seorang eko cahyono. Dan diapun tak bergeming dengan tawaran itu. Yang terakhir datang tawaran dari seorang kepala sekolah, untuk menjadi PNS tanpa tes dengan gaji 1juta perbulan. Syaratnya Perpustakaan Anak Bangsa dipindahkan ke sekolah tersebut. seperti biasa eko masih tak bergeming. Dan selidik punya selidik, ternyata sekolah ini sudah menerima bantuan dana untuk membuat perpustakaan tapi entah kemana sudah dananya itu, soalnya perpustakaan pun tak ada wujudnya.

Beberapa hari yang lalu, sebuah sms masuk ke hape jadul saya. “Mas tadi ada 4 orang utusan bu ANI YUDHOYONO dari Jakarta. Saya diundang ke jkt utk nerima bantuan.” Begitu kira-kira bunyi sms itu. Dan tak lama berselang, sebuah sms masuk lagi “Waalaikum salam mas, iya kami mau menginformasikan kalau kami mengundang mas Eko ke jakarta pd tgl 27 feb utk menghadiri malam penghargaan kick andy heroes krn mas eko merupakan salah satu nominasi KICK ANDY HEROES.Utk teknis keberangkatan ke jakarta nanti teman saya husin akan menghubungi anda. Thanks MAS ERWIN ITU SMS DR METRO TV BARUSAN.”…Subhanallah,,,hati saya bergumam. Itulah balasan setimpal bagi orang-orang yang ikhlas berjuang dijalan kebaikan. Rasanya saya mulai iri dengan mas eko. Iri karena dia saja yang hanya lulusan SD, tapi sudah bisa berbuat banyak untuk kemanusiaan. Akhirnya saya pun bercermin darinya, bertanya siapa diri saya? Apa peran sejarah yang sedang dan akan saya tata bukukan? Sanggupkah saya berjuang dijalan yang sunyi ini, seperti halnya seorang Eko Cahyono yang sudah membuktikannya?

Bagi saya, Eko Cahyono adalah bintang. Seperti halnya juga saya, anda, dan kita semua. Bagi saya, dia bukan hanya sekedar teman yang enak diajak bicara, tapi juga guru kehidupan. Sekaligus kakak bagi seorang adik. Itulah Eko Cahyono, dengan segala keluguan, kesederhanaan, kecerdasan dan konsistensi perjuangannya dijalan kepahlawanan yang sunyi. Kita membutuhkan Eko Cahyono-Eko Cahyono lagi, agar Indonesia bangkit dan maju. Agar semakin banyak orang yang tercerahkan karena kerja-kerja kepahlawanannya. Kita butuh pahlawan sunyi itu...:-)

Tulisan ini saya hadiahkan untuk mas Eko yang diundang untuk menerima penghargaan sebagai nominator Kick Andy Heroes. Juga untuk Eko-Eko yang lain. Dengan segala kerendahan kata dan makna yang saya miliki, kiranya kawan-kawan berkenan membantu mas eko dengan mengklik link
http://www.kickandy.com/heroes/index.php?ar_id=MTgwMA==&screen=0

Tentunya jangan lupa pilih Eko Cahyono sebagai pemegang amanah KICK ANDY HEROES 2010. Agar judul tulisan sederhana ini sampe dipuncak tujuannya. From Malang with Love…

Malang, 20 Februari 2010

1 komentar:

Ekspresi Puisi Cinta Satu Bait mengatakan...

mantab, menulis terus...
eniwei mohon dukungannya, lagi ngikutin kontes blog berhadiah batik...

Posting Komentar