RSS

Rabu, 12 Mei 2010

Puisi Belum Ada Judul

Serumpun manusia gelar siaga
Muda-mudi,wanita laki-laki ikat kepala
Terbakar bara
Dilaknat raja

Komandan tentara berteriak dahaga
Dilahapnya mereka mentah tak apa
Kata menepi,barisan sirna
Tinggal gerak tanpa kepala
Dan sejarah tertimbun singgasana.

Ingin ku pajang rembulan di dinding hatimu
Ku hiasi lekukmu dengan gemerlap sutra gemintang
Agar cintaku padamu tak pudar ditekuk malam.

Tenda yang kau bangun di hatiku kini tinggal debu
Pagarnya dari bambu tua roboh diterpa badai semalam
Tidakkah kau ingin berbenah,
Menggantinya dengan istana megah
Tempat kita beradu rindu dan tinju

Ku terjebak diantara himpitan perak dan kamal
Arah entah ke mana
Tujuan makin cepat saja

Ombak dan waktu saling berpadu
Membentuk irama lugu
Hanya itu-itu saja
Dari hitam hingga purnama

Pada baju biru samudra tak ku jumpai lagi tawamu
Gubug tuamu pun tak ada
Hanya sajak-sajakmu yang masih mengenang
Tempat persinggahan rinduku

Dalam derap keterasingan,ku duduk sunyi
Berteman kapal-kapal yang berbaris rapi
Layaknya badut-badut berparade
Hanya itu-itu saja
Menyisakan tawa sandiwara

Senang sedihku menyatu,teramu dalam panggang mentari
Tak rela meninggalkan taman impian
Ditanah harapan ;perak,
Saksi bisu pelayaranmu
Meraih mesra belaian alam
Menuju keabadian

Entah mana yang kau tuju
Arah hilang
Kata tinggal satu
Tak sempat ku ucapkan i love you
Hanya rintik sendu menyapu debu
Itulah kata terakhirku
Sebelum laut mengantarkan namamu
Hanya namamu

Entah kapan kita bertemu
Lelah ku menunggu hamparan biru mengering dulu


*****************************************

Memungut Janji

Hingar bingar wajah kota
Berlumur fatamorgana
Pada mata layunya,
Ku lihat janjimu
Ku hampiri,kau sirna

Pada wajah metropolitan
Ku lihat berjuta rupa
Ku cari di rerimbunan sana
Harap kau menyapa
Tetap kau tak ada

Resahku mengumpul di udara
Membakar siang pada dinding kota
Tinggallah wajahmu yang dusta
Menjual angan lewat tipu daya

Dalam demokrasi buta
Senyum mengait di kepala
Mencibirku,
Yang berkayuh lusuh
Bergumul dengan sampah
Dirayu lalu kau tinju

Panas begini
Lelah jiwaku
Memungut janji-janji
Dari para pendusta

Di mana ku cari
Seteguk air muara
Kan ku hirup wewanginya
Mengobati rinduku
Tuk sekejap waktu

Lain kali ku takkan tertipu
Biar putih janjimu



**********************************
Puisi belum ada judul ini kutemukan tadi pagi. Ketika tanganku asik masyuk mencari file-file yang berhubungan dengan studiku, kutemukan ia. Sengaja ku publish, hanya untuk mengobati kerinduanku pada sosok penulisnya.

Nurcahyono namanya. Dia anak desa. Jenius. Jagoannya Matematika
Dia aktivis HMI MPO tulen. Bacaannya filsafat dan sejarah.

Kami bertemu disatu titik yg sama. Sama-sama dari desa. Sama-sama proletar.
Sedangkan aku sendiri anak KAMMI kemaren sore. Kami satu kos. Satu bantal. Satu piring. Dia makan kerupuk. Aku juga makan kerupuk.

Sejatinya Aku iri. Dengan segala keterbatasannya, dia tetap saja mutiara. Aku tahu persis bagaimana jalan hidupnya. Yah, miriplah denganku. Tapi kupikir dia jauh lebih "menderita".

Hari ini sengaja kutuliskan lagi puisimu sobat. Karena Aku rindu dengan kebersamaan itu. Aku rindu kita bisa makan bareng lagi. Diskusi sampe larut malam.

Tapi aku boleh requestkan? Ntar kalo kita diskusi lagi, plis lupakan sejenak Filsafat,politik,sejarah,sastra dan anak cucunya itu.

Aku ingin Tau gmna sejarah hidupmu skarang. Akankah kita menjadi Engineer yg filosof?

Ah...aku rindu kamu sobat. InsyaAllah, akan selalu ada chemistry kuat antara Malang-Sangata.

Malang, 12 Mei 2010
Sebelum konsultasi dengan dosen kita tercinta: Mr. Syaifoe.

4 komentar:

Unknown mengatakan...

mantap oy...keren....nagus...sip lah

PakWow_Keren mengatakan...

idiih,,banyak nyo...

abis nge-follow blogx bang erwin,,nge-link juga....

follow+link back yaw bang...

erwin chairil mengatakan...

makasih dah mampir pak wow.insyaallah ta lanjutkan permintaannya

skripsi teknik sipil mengatakan...

tanks gan buat informasnyaa.. like thiss

Posting Komentar